Langkah Jiwa (Bag-1)
(Yohane M Wain)
November saat semuanya kembali bersama hujan, rembulan dan mentari dalam satu langit, satu pandangan mata.
Entahlah alam ini kadang indah dan membuai, membawa senyum dengan sekuntum bunga, warna pelangi dengan sentuhan angin yang membasahi hingga ke sudut hati.
Kadang ingin sekali mengubah semuanya, menyelaraskan langkah agar kita berpacu bersama dalam sebuah tarian hening, mengubah dunia dengan warna yang kita mau.
Dan aku mencobanya, kucoba lalui jalan yang sering kau dan aku lewati saat itu, saat semuanya masih milik ku, dan aku bertanya pada semua yang kutemui disana dimanakah kalian sembunyikan mimpi ku.?
Seperti biasanya semuanya diam, suara alam coba kupahami dan mengikutinya, ku tahu semuanya sia-sia namun terus ku-coba untuk menafsirkan isyarat yang tak terbaca.
Langit kembali bergemuruh, musim telah berganti. Ku basahi tanah yang mendaging dan berdarah panas agar jiwa tak terbakar. Lelah kutampung daki yang mengeras dan kian beku.
**********
Aku masih seperti hari kemarin, dihantui Tanya KENAPA hingga gelisah dan tak bisa jiwa terlelap tenang. Aku masih seperti kemarin menyesali setiap ukiran senyum yang terbuang dalam tangisan panjang.
Langkah jiwa ku terhenti, ku biarkan membias dalam jeruji kelam yang kubangun. Lalu kesunyian datang dalam senyap, mencengkram hati ku yang gundah dan memeluk ku dalam dingin yang menghangat.
Aku terbangun diantara bayang-bayang semu yang menggeliat liar, ku cari sudut terjauh dan berlarih kearahnya agar buram raut ku dan tak terlihat saat ku jatuh.
Malam semakin cepat datang dengan rembulan yang entah terlihat payah dengan tersenyumnya yang tak sempurnah.
Mimpi ku pun mulai terbangun, aku kembali kemasa itu, tujuh tahun lalu, saat hujan datang dalam pertemuan kita, aku melihat senyum mu dengan mata yang gelisah menatap ku.
Yaa aku ingat saat bibir itu pertama kali menyebut nama ku.
Tujuh tahun dengan mimpi yang ku bangun dalam samar, tujuh tahun dengan langkah tegap dan cucuran keringat, tujuh tahun dalam doa dan linangan air mata, dan kini hanya ada aku dan cerita kemarin.
Ah sudahlah wangi mu tak seharum dulu, mati layu dengan angkuh yang tersisah.
Comments
Post a Comment