Tak Muda Lagi
(Yohanes M Wain)
"Diusia yang menua pertiwi mulai renta, anakku.
71 tidak lagi muda, bisa jadi pertiwi mulai pelupa"
Kata seorang ayah kepada anaknya.
Ahmad, pria 45 tahun, seorang tukang kuli panggilan, membelai lembut rambut putra semata wayangnya, Agus, buah cinta Ahmad dengan Mirna, wanita gemulai yang kini entah dimana rimbanya.
Agus mengigil kedinginan, rupanya dinding tembok kardus milik ayahnya kembali tak mampu menahan derasnya hujan malam itu.
Ahmad mengambil selimut kusam satu-satunya yang mereka miliki dan membungkuskannya erat ke tubuh anak itu.
"Dulu pertiwi santun dan perkasa, waktu itu eyang buyut mu memanggul senjata" lanjut Ahmad bercerita kepada Agus.
"Eyangmu melakukan itu demi bapa, ya demi kamu juga. Biar kita bisa bebas kemana saja, biar kamu bisa belajar"
Hening beberapa saat lamanya, tiba-tiba Agus bersuara,
“Tapi ayah kenapa Agus tidak sekolah? Kenapa masuk sekolah pun harus bayar, bukannya eyang memanggul senjata biar Agus bisa belajar?"
Ahmad menarik napas panjang, bola matanya berkaca.
"Nak ini salah ayah, terlalu belia ayah saat itu, ayah tertipu pertiwi palsu, orang-orang itu membuat pertiwi tiruan, mereka membohongi ayah mu nak"
"Mereka bilang ayah bodoh, mereka bilang ayah tuli, mereka bilang ayah pendatang, mereka bilang ayah tak punya indentitas. Kemudian mereka suruh ayah kerja rodi sama seperti saat sebelum eyangmu memanggul senjata dulu"
Agus diam dan menatap ayahnya, tak banyak lagi bicara. Ia memeluk erat tubuh kekar Ahmad yang tak mampu menahan air mata.
"Maafkan ayah, anakku. Kerja seharian pun ayah tak mampu membeli buku untukmu"
Comments
Post a Comment